Allah
swt. berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab:21)
Sejarah Maulid
Kita
sekarang berada di bulan Rabi’ul Awwal, bulan dimana Nabi Muhammad saw.
dilahirkan. Karena itu juga bulan ini sering disebut dengan bulan maulid atau
maulud. Banyak negeri kaum muslimin yang memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad saw., tak terkecuali di Indonesia.
Sejarah
perayaan maulid Nabi Muhammad saw. dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimid
(keturunan dari Fatimah Az-Zahrah, putri Nabi Muhammad saw.). Shalahuddin
Al-Ayyubi (1137 M – 1193 M), panglima perang waktu itu, mengusulkan kepada
khalifah agar mengadakan peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Tujuannya untuk
mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid
Al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis. Hasilnya? Semangat jihad
umat Islam menggelora. Di tahun 1187 M, Shalahuddin sendiri yang membawa
pasukannya masuk kota Yerusalem dan membebaskan Al-Aqsha dari cengkraman
musuh-musuh Allah.
Kita
tidak ingin mempertentangkan antara kelompok yang mengatakan peringatan maulid
adalah ritual yang mesti dijalankan, dengan kelompok lain yang menganggap
peringatan maulid sebagai perbuatan yang mengada-ada atau bid’ah, karena tidak
pernah dipraktekkan oleh Rasulullah, sahabat, tabi’in, ataupun tabi’it tabi’in.
Terlepas
dari dua pendapat di atas, yang lebih penting untuk kita renungkan adalah
bagaimana umat Islam dewasa ini bisa meneladani Nabinya dalam kehidupan. Atau
pertanyaannya: adakah karakter umat Muhammad sudah dimiliki oleh kita yang
mengaku umatnya? Apakah dengan kondisi yang seperti sekarang ini kita yakin
kelak akan diakui oleh Beliau sebagai umatnya yang berhak mendapat syafa’atnya?
Sudahkah
sifat-sifat yang tersurat dalam ayat 29 surat Fath sudah menjadi karakter diri
kita?
Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat
mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar. (Fath:29)
Karakter Umat Muhammad
Pertama,
keras dan tegas terhadap orang-orang kafir (asyiddau ’alal kuffar).
Perlu
kita dudukkan dengan jernih tentang klasifikasi orang kafir. Dalam pandangan
Islam orang kafir ada dua macam. Pertama, kafir harbi,
yaitu orang kafir yang memusuhi dan memerangi ummat Islam. Kelompok pertama ini
wajib diperangi. Kedua, kafir zhimmi, yaitu
orang kafir yang terikat janji perdamaian dan hidup bersanding dengan umat
Islam dengan damai. Mereka ini harus dilindungi.
Keras
dan tegas di sini ditujukan kepada orang kafir yang memusuhi dan memerangi Umat
Islam. Sikap keras dan tegas juga ditujukan terhadap ajaran, budaya, dan
pemikiran mereka. Maklum, dewasa ini tak sedikit umat Islam bersikap tegas dan
keras terhadap orang-orang kafir, namun bermesraan dengan ajarannya.
Dulu
kita bangga dengan jumlah umat Islam Indonesia 99%. Namun jumlah itu terus
berkurang dan berkurang. Sekarang tercatat tinggal 87%. Itu pun jumlah secara
kuantitas. Entah berapa persen jumlah umat Islam dari sisi kualitas. Penurunan
jumlah itu dikarenakan umat tidak sadar bahwa mereka digempur ghazful
fikri atau perang
budaya. Padahal invasi pemikiran justru akibatnya sangat berbahaya. Sebab, ini
perang dimana yang diperangi tidak merasa diperangi.
Karakter
kedua, berkasih sayang terhadap sesama umat Islam (ruhama’u bainal muslimin).
Setiap
yang bersyahadat laa ilaaha illallah wa muhammad
rasulullah adalah
saudara. Persaudaraan Islam ini tidak dibatasi oleh perbedaan letak teritorial,
bahasa, suku, kelompok, partai, golongan, atau madzhab. Allah swt. Berfirman, ”Sesungguhnya orang-orang beriman itu
bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 10).
Perumpamaan
seorang muslim satu dengan yang lainnya ibarat satu tubuh atau satu bangunan
yang saling menguatkan. Oleh karena itu, sesama muslim wajib saling asah, asih,
asuh. Saling menyayangi, mencintai, melindungi, menutupi aib, tidak menghina,
mencemooh, memfitnah, apalagi menumpahkan darah sesamanya. Rasulullah saw
bersabda, ”Janganlah kalian
saling mendengki, membenci, memutus persaudaraan. Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
(Shahih Bukhari, Bab Haramnya Hasud, Jilid 12, Hal. 415).
Karakter
ketiga, senantiasa rukuk dan sujud (rukka’an sujjada).
Umat
Muhammad senantiasa menjaga shalat dengan baik. Menunaikannya dengan khusyu’.
Menghayati maknanya. Mereka melaksanakannya sesuai rukun dan syaratnya.
Dikerjakan di awal waktu dengan berjama’ah. Seluruh anggota badan mereka ikut
serta shalat: kalbu, pikiran, tangan, kaki, mata dan telinga serta anggota
badan yang lain bersujud dihadapan Allah swt. Dengan demikian ia akan terjaga
dari kemaksiatan dan kemungkaran di luar shalat. Bagaimana mungkin kalbu akan
mendengki terhadap sesama, padahal sebelumnya bersujud. Bagaimana mungkin
pikiran terbersit hal yang kotor, padahal sebelumnya bersujud. Bagaimana
mungkin tangan mengambil hak orang lain atau melakukan korupsi, padahal
sebelumnya bersujud. Kaki, mata, telinga, dan anggota badan yang lain juga
demikian.
Karakter
keempat, senantiasa mengharap ridha Allah swt.
Orientasi
hidup umat Muhammad adalah untuk Allah swt. semata. Ia paham betul fungsi ia
dihidupkan di muka bumi, adalah untuk pengabdian total kepada Tuhan semesta
alam. Ia siap diperintah dengan aturan Allah swt. Ia rela meninggalkan yang
dilarang karena Allah swt. semata. Bahkan, sikap ia yang keras terhadap orang
kafir, atau berkasih sayang terhadap sesama muslim, atau tunduk patuh sujud,
adalah karena dilandasi mencari keridhaan Allah swt.
Karakter
kelima, disegani teman dan ditakuti lawan.
Karakter
umat Muhammad adalah sejuk dipandang, kuat berwibawa, laksana pohon rindang nan
banyak buahnya. Sekaligus ditakuti oleh lawan-lawannya.
Oleh
karena itu umat Islam seharusnya kuat dalam segala hal: kuat dalam komitmen
terhadap agamanya, kuat pendukungnya, kuat dalam percaturan kehidupan dalam
segala dimensinya.
”Demikianlah sifat-sifat mereka dalam
Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin).” (Al Fath: 29).
Itulah karakteristik
umat Muhammad. Dan peringatan maulid yang dilaksanakan oleh umat Islam di
seluruh penjuru dunia mestinya tidaklah sekadar tradisi tahunan tanpa ruh dan
jiwa. Namun momentum maulid bisa dijadikan sebagai tonggak untuk meneladani
Rasulullah saw. dalam segala sisi kehidupan. Juga semangat peningkatan umat
Islam untuk memiliki dan menjaga karakter umat Muhammad agar kita di yaumil
qiyamah kelak diakui
Beliau sebagai umatnya. Hanya dengan begitu kita berhak mendapat syafa’atnya. Insya
Allah! (dakwatuna.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar