Kehabisan
ticket di Stasiun Sepanjang, tidak menyurutkan niatku menghadiri Bedah Buku
perdana I am Proud To Be Scout di Ciamis. Ini dikarenakan "kedudulan"
saya yang percaya begitu saja kepada "tukang ticketing"-nya untuk
beli ticket tepat hari H dua jam sebelum berangkat. Padahal pemesanan ticket
sekarang harus jauh hari, minimal tujuh hari sebelum hari keberangkatan. Wal
hasil saya telat, dan hanya bisa say helo kepada "kereta pasundan"
yang berlalu di depan saya.
Sementara suami yang mengantar saya kestasiun sudah pulang. Saya memutar otak, untuk mencari alternatif lain dengan naik bis ke stasiun Jombang. Karena teman perjalanan saya "Ibu" menunggu di sana sejak pagi sesuai dengan kesepatan awal kami bertemu dalam kereta di Jombang. Langsung saya beri kabar kepadanya.
Sementara suami yang mengantar saya kestasiun sudah pulang. Saya memutar otak, untuk mencari alternatif lain dengan naik bis ke stasiun Jombang. Karena teman perjalanan saya "Ibu" menunggu di sana sejak pagi sesuai dengan kesepatan awal kami bertemu dalam kereta di Jombang. Langsung saya beri kabar kepadanya.
"Bu,
aku kehabisan ticket. Ini sedang naik bis ke Jombang. Coba lihat kereta
alternatif lain. Tadi aku lihat dalam jadwal ada kerete jam 10"
"ada
Nyak, kereta logawa berangkat jam 11. Tapi sampai Purwokerto saja"
"Ya
udah ambil, perjalanan selanjutnya kita pikirkan sambil jalan", pungkasku
khawatir tidak mendapatkan ticket lagi.
Sesampai
di Stasiun Jombang kami menunggu lama sekali. Dalam ticket jam keberangkatan
yang seharusnya pukul 10.30 molor sampai jam 12. "Ya.. ya.. ya.. kereta
molornya pasti, datang tepat waktunya memang belum tentu, apalagi datang lebih
awal dari jadwal, non cent!", tulisku curhat pada sebuah status sambil
menyantap sarapan pagi setengah makan siang di pinggir stasiun.
Kami
bertanya kepada orang-orang disamping kami tentang rute yang harus kami tempuh
menuju tempat tujuan sambil sesekali sms kak Indra yang memonitor kami dari
Ciamis. Tidak cukup sekali, kami bertanya kepada setiap orang baru yang duduk
di samping kami untuk memastikan kami tidak nyasar. Dan, subhanalloh ada satu
orang yang begitu peduli sampai-sampai kami diberikan pertimbangan dua rute
yang sangat mendetail. Setiap kota yang akan kami lewatipun diperhitungkannya.
Mungkin karena dari awal beliau memang tahu kami sedang kebingungan dan tak tau
arah.
"Ini
saran saya yang terakhir mba, mba jangan turun kroya tapi turun purwokerto.
Tadi pertimbangan awal saya salah. Kalau dari kroya mba akan melewati 12 kota,
tapi kalau dari purwokerto mba akan melewati 11 kota. Lumayan cepat",
katanya sambil mengotak-atik HP nya
"Bapak
orang sini ya? kok faham banget daerah sini", tanyaku penasaran.
"Saya
orang Sidoarjo-Waru mba, ini pake GoogleMap"
Whats?!
ternyata dia tetanggaku. Dan yang membuatku merasa agak sedikit kalah dengan
beliau akan kecanggihannya. Harusnya aku tahu dan menggunakan google map sejak
awal. Dalam mataku beliau bukan seperti orang yang suka dengan dunia internet
dan gadget. Sementara aku? yang biasanya didepan lepi dan mencari setiap
pertanyaan dari google, kenapa kali ini tidak sampai berpikir kesana. Well, 4
jempol untukmu Pak!
Orang Indonesiapun masih belum aman di
negaranya sendiri
Mungkin
itulah yang kami Rasakan. Pungli dan penjarahan masih bebas dan berkeliaran
apalagi terhadap pendatang baru di sebuah kota, dan bukan issue yang terjadi
hampir disetiap kota. Bukankah kita ini satu bangsa, satu kesatuan NKRI. Kenapa
masih banyak terjadi demikian? Bukan bearti menjarah orang luar lebih afdol
hukumnya. Tapi mbok ya kebacut.. hihihihiii
Seorang
sopir yang mengangkut kami/penumpang dalam stasiun saja harus membayar 5.000
kepada calo. Wuiihh,, enak bener sekali nadah 5.000. Nggak jauh beda dengan
yang aku temui di kereta namun mereka lebih neriman walau dikasih cepek, rokok
ataupun sekedar jajan. Walhasil kami menjadi tempat curhat sepanjang perjalanan
menuju terminal dan merasa tidak enak yang menjadi penyebab sopir tadi kena
pajak.
Diterminal
purwokerto. Kami bertemu lagi dengan preman sangar dan tidak baik hati. Yah,
gimana enggak masak ke Ciamis saja kami harus membayar 300% dari tarif normal.
Layanannya pun kurang memuaskan. Setiap kami Tanya, jawabannya agak membentak!
Ya wajar saja kami bertanya karena kami pendatang supaya tidak nyasar. Eh…
ternyata malah kami disasarkan, diturunkan masih satu kilo dari lokasi yang
kami minta. Heeeeeemmm….
Sayangnya,
ketika kami di purwokerto diguyur hujan. Sehingga tabiat narsis kami tidak
terabadikan. Padahal kotanya cukup menarik, semoga di lain waktu aku bisa
kembali lagi :D
Kami
sampai di Ciamis sekitar pukul 12 malam, hampir 15 Jam Perjalanan dari surabaya
dengan kondisi HP-ku mati plus terlantar. Ups, diterlantarkan kenek
"sarap". Lengkap! Satu-satunya nomor panitia yang kupunya tersimpan
didalamnya. Beruntung sejak masih dikereta, aku meminta ibu mencatat nomor kak
Indra.
Sesampai
di kwarcab kami disambut baik oleh kakak-kakak dari Dewan Kerja Cabang Gerakan
Pramuka KwarCab Ciamis. Bertemu sahabat baru, keluarga baru yang akan
memberikan pengalaman dan warna baru dalam hidupku. Subhanalloh, mereka semua
dengan sabar menunggui dan menanti kedatangan kami. Padahal kami tau, mereka
semua juga pada capek mempersiapkan acara besoknya.
Belum
puas berlama-lama di Sekretariat kami di bawa kesebuah penginapan. Ups!
Maksudnya diantar. Padahal kami ingin menikmati tidur bersama-sama dengan kawan-kawan
di sini, tidur di barak. Selain itu dibarak kan bisa lebih leluasa, bisa
berfoto di setiap sudutnya. Hemm.. berhubung sayang sudah terlanjur dipesan
kami hanya bisa berfoto-foto di penginapan, dan yang tidak kesampaian foto di
depan papan nama Gedung Pramuka :( Huh! Nyesel. Kak Indraaaaaaaaa bawa aku lagi
kesana. hehehhehe
Empat Salat Jadi satu Waktu
Aku
sendiri juga belum tahu ada hukum salat seperti itu. Yang menjadi pedoman kami
bahwa shalat itu wajib, tidak boleh ditinggalkan! Jujur kami tidak bisa shalat
dalam kereta, ataupun sejenak mampir ke Masjid/Mushola ketika transit di
stasiun, karena kami memang mengejar bis terkhir di bawah guyuran hujan. Dan
kami yang sedari tadi di tengah jalan dengan berbagai kondisi belum menunaikan
shalat dhuhur, ashar, maghrib dan isya' menjamak semua shalat dalam satu waktu
akhir di penginapan. Karena aku takut suatu saat kakak menyobek TKK Shalatku
lagi gara-gara aku tidak shalat lima waktu. hehehe Diingatkan teh Indari saat
bertemu pertama kalinya (Lho?! kok takut kakak bukannya takut kepada Alloh,
penasaran? baca I am Proud To Be Scout).
Tau,
tidak. Sholat malam dan sholat subuh kami beda lho hadapnya. Ini karena kami
bingung. Sebelum sholat sempat bersitegang sama ibu tapi tanpa membawa parang,
kemana sholat kami harus menghadap. Secara, selama pengalamanku nginep di hotel
pasti ada petunjuk arah minimal satu arah, barat. Mau nanya orang, hotel sudah
sepi. Apalagi ketika kami sms teman-teman panitia, ga ada jawaban. Biasalah
operator yang suka trouble. Sehingga kami menghadap sesuai dengan keyakinan kami.
Namun, ketika sholat subuh kami berubah keyakinan bahwa barat menghadap
kepintu, eh malah salah setelah siangnya sholat di mushola.
Kenapa Kamar No 13 Jadi nomor 12 A
Tiba-tiba
kami baru sadar kalo kamar yang ku tempati dan ibu nomor 11, sampingnya 12
sudah ditempati manusia (positif thingking karena malam bo!). Dan sebelahnya
paling ujung harusnya menjadi nomor 13, ternyata bernomor 12 A. Kenapa?
Benarkah setiap kamar hotel/rumah sakit yang bernomor 13 itu misteri dan harus
dikosongkan? atau disiasati seperti hotel ini dengan menggantinya dengan nomor
12 A. I don't Know. Tapi katanya ini sudah menjadi issue international, dan
yang pasti di hotel ini kita menjumpai demikian. Beruntung bukan aku dan ibu,
tapi Riu. Satu-satunya teman perjalanan yang paling ganteng sendiri, tapi kalo
ada suamiku masih kalah ganteng sih sama suamiku. hehehhe piis Riu
Ciamis Manis, Aku ingin Kembali
Ternyata Ciamis itu
Manis ya, aku baru tahu itu. Maklum teman, ini baru pertama kalinya kami ke
Ciamis. Itupun aku tanpa sengaja baca pada sebuah monument di ujung pertigaan
jalan ketika menuju penginapan. Tapi, tidak termasuk tehnya lho. Hehehe. Kalo
di Ciamis namanya Teh pasti tawar, air teh. Kalau mau teh manis, harus bilang
teh manis. Tepi beda kalo teteh mah di Ciamis manis-manis. Heuheuheu
Makanannyapun
agak sedikit berbeda, ada sih beberapa yang sama. Seperti kalu di tempatku ada
jajanan klanting yang biasa orang bilang cenil, ada othe-othe, cireng dsb. Tapi
yang menjadi pembeda semua makanan disini pakai bungkus plastik, saya belum
melihat ada bungkus daun pisanng. Mungkin ini sebagian masukan, bahwa bungkus
makanan daun pisang lebih aman dan ramah lingkungan daripada plastik ataupun
kertas
Karena
tabiat narsis kami tidak terlaksana, esoknya pagi-pagi sekali kami jalan-jalan
ke stasiun yang ternyata dekat dengan penginapan.
Kotanya
asyik, bersih dan bebas polusi. Jauuuuuuuuuuhh banget dengan di Surabaya yang
setiap hari bau knalpot kendaraan. Tapi parah, tetep narsisnya nggak
ketulungan. Disetiap papan nama yang ada ciamisnya langsung pasang badan dan
muka foto. heeeeeeeeemmm... Tapi, aku masih belum puas di Ciamis. Suatu saat
aku pasti kembali[.]
mau dong teteh manis nya...
BalasHapusakupun kangen ciamis kak indra.....
BalasHapusby Arif Sholehudin DKR Ciamis 2007